Nama Joe Taslim kini makin banyak dielu-elukan. Selain karena modal
wajah tampan, kepiawaian aktor "The Raid" ini telah membawanya ke
Hollywood. Perannya sebagai salah satu penjahat di "Fast & Furious
6" mengundang decak kagum masyarakat penikmat film. Di "Fast &
Furious 6", dia bukan hanya bermain 'asal lewat', tapi banyak adegan
yang melibatkan pria kelahiran 23 Juni 1981 ini.
Identik dengan aktingnya di film laga, Joe Taslim banting setir dengan membintangi sebuah film drama romantis religi "La Tahzan".
Dalam film itu, Joe memerankan tokoh Yamada, orang Jepang-Indonesia
yang jatuh hati pada seorang wanita Indonesia bernama Viona yang
diperankan Atiqah Hasiholan.
Bagaimana pengalaman Joe terlibat
dalam film yang jenisnya jauh berbeda dari film-filmnya yang terdahulu
yang identik dengan kekerasan? Seperti apa karakter Yamada yang
diperankan Joe Taslim di "La Tahzan"?
Joe Taslim menyempatkan diri datang ke kantor Yahoo! Indonesia di
kawasan Senayan pada Rabu (10/7). Kepada Yahoo! OMG!, Joe mengungkapkan
perbedaan yang dia alami antara pembuatan film Indonesia dan film
Hollywood.
Apa kelebihan film "La Tahzan" dibanding dengan film drama religi lain sejenis?
Menurut
saya, ini film yang relatif ringan, misalnya, kalau dibandingkan film
“Di Bawah Lindungan Ka’bah”. Kami syuting selama 12 hari, ada tim kecil,
semangat mandiri, kita tidak hanya bertindak sebagai aktor, tapi
terkadang juga pegangin lampu, lakban, dan lain-lain. Kami syuting di
Jepang dengan jumlah kru yang sedikit sehingga kerjanya lebih fleksibel
saja.
Syutingnya full di Jepang?
Tiga hari
di Jakarta. Lebih berdasarkan pertemanan dalam pembuatannya. Saya pernah
terlibat di proyek raksasa yang beda banget cara kerjanya. Di sana ada
pembagian kerja yang jelas. Tapi di sini kita memposisikan sebagai
pemain dan sebagai kru karena ini merupakan proyek bareng sehingga kita
saling bantu.
Kalau dibandingkan dengan kompetitor film drama
religi lain, film ini lebih ke drama romantis. Ringan tapi ada muatan
religinya, tapi tidak fokus di situ.
Apa sih daya tarik film ini untuk Joe Taslim?
Sangat
menarik karena saya enggak pernah main film seperti ini. Sebenarnya
film-film saya itu lebih seperti (kalau di musik) itu rock. "Fast &
Furious 6" hip hop banget. Tapi "La Tahzan" lebih drama, ringan, kisah cinta.
Bagi
saya sebagai pemain, saya butuh keluar dari zona aman sekali-kali
sebelum kembali lagi bermain di film laga. Lebih untuk menggali potensi
yang ada dalam diri saya, untuk mengukur kalau saya main drama seperti
apa sih. Sebenarnya ini berisiko, tapi saya ingin merasakan main film
yang temponya tidak cepat, tanpa berdarah-darah, tapi lebih ke drama
dan ringan seperti ini sebelum kembali lagi ke film yang mungkin lebih
gila lagi tahun depan. Secara karir, untuk saya ini bagus dan jadi lebih
ada warna.
Jadi ini film drama pertama kamu, Joe?
Ya. Untuk sebuah film drama yang ringan dan romantis.
Apa tantangannya?
Kalau
kita bicara dalam ukuran berat atau ringan, ini ringan tapi karakter
yang saya mainkan cukup menantang karena saya harus bisa bahasa Jepang
dan harus hidup seolah-olah sebagai orang Jepang asli. Itulah kenapa
saya mengambil proyek ini ketika mereka menawarkan.
Saya enggak
bisa bahasa Jepang, tapi justru itu tantangannya. Saya mau mengambil
risiko itu. Saya harus belajar bahasa Jepang dan memerankan karakter
yang jauh berbeda dari yang selama ini saya mainkan. Mungkin besok-besok
saya jadi orang Vietnam, Hongkong, atau Filipina. Tapi itu hanya
mungkin kalau kita mau mengambil risiko, kalau tidak, kita hanya punya
punya satu warna saja.
Siapa itu Yamada, karakter yang Anda mainkan?
Yamada
adalah karekter orang Jepang, tapi dia kenal Indonesia. Ibunya
Indonesia, ayahnya Jepang. Ini tidak diceritain di film, tetapi selama
memperdalam karakter Yamada, dia akrab dengan kultur Indonesia, dia bisa
bahasa Indonesia walaupun terbata-bata. Kalimatnya terbalik-balik,
karena kalau di Jepang itu kan bukan subjek, predikat, objek, tapi objek
dulu. Dalam penulisan misalnya, "ke Tokyo saya mau pergi", bukan "saya
mau pergi ke Tokyo".
Kebetulan saya punya beberapa teman orang
Jepang-Indonesia yang mengatakan kalau berbicara dalam bahasa Jepang itu
selalu terbalik-balik. Jadi, kalau saya bicara bahasa Indonesia saya
harus berpikir beberapa detik dan tidak boleh cepat, tidak boleh terlalu
lancar. Itu tantangannya.
Yamada ini besar dengan dua kultur
kedua orang tuanya. Dia suka fotografi dan bekerja freelance. Foto-foto
hasil jepretannya dia jual online. Yamada bukan dari keluarga yang
miskin, dia hanya lebih mandiri saja, mencari uang sendiri. Yamada
seorang petualang.
Kalau hubungannya dengan karakter lain
seperti Viona, dia mencari seorang istri yang karakternya lebih dekat ke
ibunya, orang Indonesia. Dan itulah kenapa ketika pertama kali bertemu
dengan Viona, ketertarikan itu muncul.
Mana yang lebih sulit, bermain film drama atau laga?
Sejauh
ini, saya merasa bermain di film laga masih lebih berat karena Anda
tidak cukup hanya memiliki kemampuan akting, tapi harus juga memiliki
fisik dan stamina yang tangguh. Tingkat kesulitannya lebih tinggi. Ini
bukan hanya soal emosi tapi juga kekuatan fisik.
Ada adegan menangis di "La Tahzan"?
Tidak
ada. Kalau menurut saya film ini bukan mewek. Pemahaman kita di
Indonesia kalau nonton film drama itu adegan menangisnya. Di film ini
tidak ada. Ada adegan sedih, tapi tidak dieksplor dengan adegan 3-5
menit menangis dalam satu
scene tertentu.
Mereka ini terlibat cinta segitiga atau bagaimana?
Sebenarnya
cinta segitiga, tapi semuanya menggantung karena Hasan (Ario Bayu) dan
Viona (Atiqah Hasiholan) itu berteman baik tapi tidak ada yang bilang
suka, tidak ada yang menyatakan perasaan cinta, jadi seperti teman
sejati. Tapi sebenarnya mereka ingin lebih dari itu karena mereka selalu
bertemu. Sampai akhirnya mereka terpisah. Hasan bekerja dan Viona
mendapat program kerja sambil belajar di Jepang.
Nah, di sanalah
karakter yang ada dikenalkan, saat Yamada bertemu Viona secara tidak
sengaja. Lalu ia mengejar Viona terus sampai satu titik di mana Yamada
mengetahui bahwa Viona sedang mencari teman baiknya, Hasan. Tapi situasi
itu bukan membuat Yamada mundur, ia berpikir masih memiliki kesempatan
mendapatkan Viona dengan persaingan yang adil dan membuatnya semakin
tertantang untuk maju. Namun akhirnya Yamada menyadari bahwa ada sesuatu
yang salah dan tidak segampang itu.
Masih latihan beladiri?
Masih
latihan setiap hari untuk melatih fisik. Karena saya tidak tahu apakah
nanti malam, besok, atau minggu depan saya harus berangkat ke mana.
Harus selalu mempersiapkan diri, ada proyek atau tidak, tetap ready dan
steady.
Lalu bagaimana cara membagi waktu untuk keluarga?
Banyak
waktu sebenarnya untuk keluarga, karena saya kan tidak ngambil
pekerjaan untuk televisi. Saya menyibukkan diri saya latihan, membaca,
bertemu klien sampai sore, lalu kembali lagi untuk keluarga.
Setelah "La Tahzan", apa proyek film selanjutnya?
Main
di film garapan Gareth Evan, "The Night Comes for Us". Kembali lagi ke
warna asli saya di mana ada adegan membunuh dan banjir darah. Sekarang
setiap hari saya mempersiapkan diri untuk itu, agar lebih berotot,
menaikkan berat badan karena karakternya di film itu akan lebih susah
dibunuh.
Akah bergabung lagi di proyek sebesar "Fast & Furious 6"?
Belum
ada yang resmi. Audisi masih jalan terus, ada beberapa proyek di
Amerika tapi belum ada berita yang resmi atau proyek yang gol. Nanti
pastinya saya kabari.
Terakhir, apa sih perbedaan syuting film Indonesia dan film Hollywood?
Skalanya
pasti berbeda. Yang paling terlihat dari sisi manajemennya. Di sana
tidak ada orang yang terlambat. Tapi ketepatan waktu itu bukan sesuatu
yang wah, karena bayaran mereka memang besar. Seleksi untuk mendapatkan
pekerjaan juga ketat. Kalau mereka sudah dapat satu pekerjaan dan
bayarannya bagus, konsekuensinya dia harus menunjukkan performa kerja
yang maksimal. Saya hampir tidak pernah mengalami ada orang yang
terlambat saat mau syuting. Semuanya on time.
Kalau dari segi
akting, saya rasa tidak banyak perbedaan dengan bintang film di
Indonesia. Di sini banyak yang bagus, tapi sayangnya film kita hanya
ditonton untuk kalangan sendiri. Sementara Amerika pintar, mereka buat
film untuk ditonton masyarakat dunia. Jadi ada perbedaan dari sisi
visinya.